Jumat, 22 Juli 2022

Hidup Berdampingan dengan Stereotip Etnis


Menurut Kementerian Dalam Negeri, Indonesia saat ini merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 16.056 pulau dari 1.448. Jumlah penduduknya adalah 266,91 juta jiwa, 134 juta laki-laki dan 132,89 juta perempuan.

Indonesia sendiri memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda tetapi tetap. Slogan ini bertujuan untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia bahwa negara Indonesia tidak satu warna dan oleh karena itu rakyatnya harus bisa hidup dengan banyak perbedaan. Perbedaan yang dimaksud disini adalah perbedaan budaya, ras, suku, agama, tradisi, bahkan bahasa. Sejauh ini ada 1340 suku bangsa di Indonesia. Inilah yang membuat orang Indonesia begitu berbeda karena setiap kelompok memiliki gaya atau ciri khasnya masing-masing.

Setiap pulau atau wilayah di Indonesia memiliki ciri khas masyarakatnya masing-masing dan mulai berkembang hingga saat ini. Ketika seseorang yang tinggal di suatu wilayah tertentu membentuk identitas yang sama sekali berbeda dengan identitas seseorang dari wilayah lain. Semakin beragam suatu daerah, maka semakin beragam pula tipe kepribadian yang dilahirkan. Tidak hanya itu, kepribadian yang berbeda lahir dari budaya, ras, suku, bahkan pelajaran agama yang diwariskan atau dipelajari. Karena begitu banyak perbedaan yang dicatat sehingga sulit untuk membedakan atau membedakan satu komunitas dengan komunitas lainnya.

Akhirnya, orang mulai menilai, berdasarkan persepsi atau pengalaman interaktif mereka sendiri, bahwa setiap orang memiliki karakteristik asal etnis atau ras masing-masing. Singkatnya, orang Sunda dikenal lembut dan baik hati, sedangkan orang Batak dikenal karena percakapannya yang keras. Faktanya, tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan secara andal bahwa konsepsi suku tentang komunitas itu benar. Tidak ada bukti nyata bahwa orang Sunda umumnya lembut dan baik hati, sedangkan orang Batak justru sebaliknya. Dari situlah istilah stereotip berasal.

Stereotip adalah evaluasi seseorang hanya berdasarkan persepsi kelompok di mana orang itu berasal. Stereotip adalah jalan pintas mental yang digunakan orang secara intuitif untuk menyederhanakan hal-hal kompleks dan membuat keputusan cepat.

Indonesia penuh dengan stereotip. Masyarakat saat ini dapat dengan mudah mengkategorikan atau melabeli kelompok masyarakat lain hanya berdasarkan asumsi atau kepercayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi, buah pemikiran yang muncul dari interaksi atau perilaku individu. Namun, stereotip ini tidak memiliki makna negatif dalam dirinya sendiri. Karena ada klise yang mengarah pada hal-hal positif.

Beberapa orang mungkin pernah mendengar bahwa Padang atau Minang adalah orang yang pekerja keras dan orang Jawa lebih mudah beradaptasi dan memiliki toleransi yang tinggi. Semua gagasan di atas adalah contoh stereotip positif yang terbentuk di masyarakat saat ini.

Adapun stereotip negatif yang sering kita dengar, Batak kasar, orang Papua suka ribut, Padang pelit dan stereotip negatif lainnya. Tentu saja, ketika kita melihat ini, kita agak bingung mengapa orang dapat dengan mudah menggeneralisasi dan berkembang tentang kelompok etnis tertentu. Sangat tidak adil menyebut orang Batak kasar padahal masih banyak orang yang ramah dan baik kepada suku lain selain suku mereka sendiri.

Stereotip bukanlah cara untuk mengidentifikasi atau mendefinisikan suatu kelompok. Setiap individu memiliki cara belajar dan penerapan yang berbeda, sehingga sangat tidak adil untuk melabeli atau mengkategorikan orang-orang dari kelompok etnis yang berbeda sebagai sama dan menjadi stereotip umum. Untungnya, jika stereotipnya adalah stereotip positif, bagaimana dengan masyarakat lainnya? Tapi bagaimana dengan orang yang disalahartikan oleh kelompok lain?

Misalnya, beberapa kelompok melabeli atau menyebut perempuan Sunda sebagai perempuan matriarkal, padahal siapa yang bisa menjamin 100% perempuan Sunda ini? Sayangnya, stereotip tersebut masih digunakan untuk menilai suatu kelompok dan bahkan bisa dijadikan bahan ejekan atau lelucon di masyarakat luas. Hidup dengan stereotip Indonesia sangat sulit, terutama bagi orang-orang dari kelompok etnis yang menderita stereotip ini. Jika etnis kita diasosiasikan dengan stereotip negatif, betapapun baiknya kita, kita akan selalu kekurangan pengaruh dan akan distigmatisasi dengan mengembangkan stereotip tersebut.

Sebagai warga negara Republik Indonesia yang sangat memahami arti kata "Bhinneka Tunggal Ika", kita harus memahami betapa berbedanya kita, namun ada satu hal yang harus bisa kita minimalisir: perbedaan. tidak membagikan grup. Keberagaman suku, ras, budaya, dan agama jangan dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengklasifikasikan suatu kelompok, terutama untuk penilaian secara keseluruhan.

Stereotip bukanlah cara untuk membantu mendefinisikan suatu kelompok atau etnis. Sebagai masyarakat heterogen yang hidup bersama di Indonesia, seharusnya kita bisa menilai dan memperlakukan orang lain dengan lebih baik. Indonesia bebas dari suku atau bangsa apapun kecuali semua suku bangsa yang ada di Indonesia termasuk stereotip suku bangsa yang negatif. Untuk menjaga keutuhan negara kita, mulailah dari sekarang untuk mencegah penyebaran stereotip tersebut.




Esai ini oleh Khalidza Evita Dzia.


PERUBAHAN FISIKA

KATA PENGANTAR: Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Ina, Taufiq dan Hinaya yang memungkinkan saya untu...